)] )] FORUM SEJAHTERA: Mental wirausaha harus dibina sejak dari kecil )] )]
Photobucket

Rabu, 27 Mei 2009

Mental wirausaha harus dibina sejak dari kecil

Mental wirausaha atau entrepreneurship bisa di kembangkan sejak kecil. Kewirausahaan lebih mengarah kepada perubahan mental seseorang. Tak perlu diperdebatkan apakah kemampuan kewirausahaan karena bakat (dibawa sejak lahir/ bakat alami) atau merupakan output proses pendidikan.

Demikian beberapa intisari didalam Parenting seminar yang diselenggarakan Universitas Paramadina, pada sabtu, 1 Maret 2008. Beberapa pembicara yang hadir antara lain: Ananda Siregar - CEO PT Graha Layar Prima (Founder Blitz-Megaplex), Mien Rachman Uno – Pakar kepribadian sekaligus Presiden Direktur Lembaga Pendidikan Duta Bangsa dan Noke Kiroyan – Presiden direktur Kiroyan Kuhon Partners ( PT Komunikasi kinerja).


Menurut Mien Uno, untuk menjadi wirausahawan yang handal, sangat diperlukan Beberapa karakter seperti : Pengenalan terhadap diri sendiri (self awareness), kreatif, dapat berfikir kritis, mampu mengatasi permasalahan (problem solving), bisa berkomunikasi, bisa membawa diri dalam berbagai lingkungan, dapat mengelola waktu (time orientation), memiliki empati, bersedia berbagi dengan orang lain, dapat mengendalikan stress, mampu mengendalikan emosi, dan mampu memilih atau membuat keputusan.

Berbagai karakter tersebut dapat dibentuk sejak dari kecil melalui pendidikan. Untuk membentuk anak menjadi wirausahawan memerlukan waktu dan proses yang panjang, dan dalam proses tersebut, peranan orang tua sangat diperlukan. Orangtua harus dapat memberikan bimbingan kepada anak dengan memberikan contoh konkrit, sehingga apa yang diucapkan sama dengan tindakan. Lain daripada itu, orang tua juga perlu memotivasi anak, memberikan penghargaan atas kerja keras anak. Nah, selama proses ini, orangtua dapat mengamati kecendrungan dari anak tersebut.

Perubahan mental

Noke Kiroyan berpendapat, bahwa kewirausahaan itu lebih ditekankan pada perubahan mental, selain itu tidaklah perlu diperdebatkan kewirausahaan itu apakah sesuatu yang dapat dipelajari atau meruapakan bakat secara ginetis. Sebab, istilah “bakat” sebenarnya dapat saja merupakan pengaruh lingkungan dan hasil proses pendidikan.

Faktor pendidikan, bagi sebagian orang, dapat menjadi faktor pendorong sukses atau tidaknya berwirausaha. “Untuk menjadi pengusaha, seseorang tidak perlu predikat sarjana, tetapi jika memiliki background pendidikan akademik, akan banyak peluang yang bisa diraih karena wawasannya lebih luas sehigga lebih terbuka dalam melihat peluang bisnis yang ada”.

Namun demikian, dengan latar belakang pendidikan yang tinggi, hal tersebut bisa saja membuat seseorang enggan mengambil resiko, karena dalam pendidikan bisnis, misalnya, individu justru belajar bagaiamana caranya menghindari resiko, padahal dunia wirausaha sangat serat dengan “keputusan dan keberanian mengambil resiko”, menciptakan hal-hal baru, baik dalam bentuk produk, proses produksi atau cara pandang yang baru, serta bagaimana melihat peluang yang tidak bisa dilihat orang lain.

Negara-negara berkembang seperti Indonesia justru merupakan tempat yang potensial untuk mengembangkan kreativitas dan usaha-usaha baru. Terlebih karena Indoensia sangat kaya dalam hal potensi sumber dayanya, baik sumber daya alam, budaya maupun manusia.

Pengusaha muda Ananda Siregar meyakini, kewirausahaan itu dimulai dengan sikap (attitude). Individu yang hendak berwirausaha harus memiliki keyakinan bahwa tidak ada yang mustahil. Yang diperlukan adalah sikap “Can do” dan action. Menjadi wirausahawan lebih merupakan bagaimana cara pandang, pikiran dan sikap bahwa segala sesuatu bisa dipelajari. Kewirausahawan bukan sekedar ketrampilan teknis.

Pandangan yang sedikit berbeda dari ketiga pembicara diatas, yaitu dari seorang rekan, Hanslim Janitra. L, salah satu pelaku bisnis grosir pakaian – owner Sumber-Pakaian.Com , menyatakan bahwa jiwa kewirausahaan bukanlah hanya berkat bakat maupun hasil pendidikan semata. Bakat dan pendidikan hanyalah faktor pendukung jika apa yang diusahakan sesuai dengan dengan bakat yang dimiliki dan pendidikan yang dijalani seseorang.

“Sementara kita sering melihat banyak pengusaha yang bergerak dibidang yang sama-sekali bukan merupakan bakatnya dan tidak sejalan dengan pendidikannya, tetapi bisa berhasil, bahkan berkembang ke berbagai bidang. Jika kewirausahaan hanya mengandalkan bakat dan pendidikan saja, maka apa yang diusahakan tentu akan terbatas pada satu atau dua bidang usaha saja yang sejalan dengan bakat dan pendidikannya“, ujarnya lagi.

Lebih lanjut hanslim mengatakan, bahwa kewirausahaan merupakan jiwa bisnis yang dimiliki seseorang dari hasil pergumulan praktek dilapangan (proses) yang akan terus berkembang menjadi sebuah naluri bisnis, dimana naluri ini akan terus bergerak secara bebas dan dinamis mengikuti dinamika yang ada untuk menemukan peluang dalam setiap kesempatan. Ibarat seorang striker sepakbola yang selalu berusaha mencari peluang untuk mencetak gol, maka pada saat terjadi kemelut dimulut gawang (kesempatan), maka naluri gol akan muncul secara spontan. Jadi selain faktor bakat dan pendidikan, jiwa kewirausahaan juga sangat ditentukan oleh praktek dilapangan yang sebenarnya.


Comments :

1

setubuh..eh setuju mas..:) memang perlu menerapkan sistem seperti itu.. agar bangsa kita cepat maju..:)

Erwin Y mengatakan...
on 

Posting Komentar