)] )] FORUM SEJAHTERA: MAKNA UCAPAN IEDUL FITRI )] )]
Photobucket

Jumat, 25 September 2009

MAKNA UCAPAN IEDUL FITRI

Kata ‘id merupakan kata jadian dari ‘aud yang berarti kembali dan mengulangi dikarenakan hal itu terjadi berulang-ulang. Tidak terdapat makna istilah dari makna bahasannya. Terdapat dua hari ‘id didalam islam yaitu Idul Fitri pada permulaan bulan syawal dan Idul Adha pada tanggal 10 dzulhijjah. Sedangkan kata fitri berarti berbuka (ifthor).

Dengan demikian dinamakan Idul Fitri dikarenakan pada hari itu seluruh kaum muslimin dibolehkan kembali untuk ifthor (tidak berpuasa) setelah sebulan penuh melaksanakan puasa selama bulan Ramadhan.

Sedangkan tentang tahniah (ucapan selamat) di hari raya maka Jumhur fuqoha mengatakan bahwa hal itu disyariatkan.

Pemilik kitab “ad Durr al Mukhtar’ yang bermadzhab Hanafi mengatakan bahwa ucapan hari raya dengan lafazh “Taqobbalallohu Minna wa Minkum” tidaklah bisa diinkari.

Ibnu Abidin—pemilik kitab “Ad Durr al Mukhtar”—melanjutkan bahwa hal itu, sedikit pun tidak berasal dariAbu Hanifah. Ibnu Amir al Hajj mengatakan bahwa sepertinya hal itu dibolehkan dan disukai secara umum. Lalu dia menyertakan beberapa atsar dengan sanad-sanad yang shahih dari para sahabat yang melakukan hal itu. Dia mengatakan,”Orang-oang yang mengamalkan hal itu di negeri-negeri Syam dan Mesir mengatakan,”’Id Mubarok wa Alaika.” (Id yang penuh berkah bagimu) atau ucapan-ucapan lainnya.

Para ulama Maliki menyebutkan bahwa Imam Malik pernah ditanya tentang perkataan seorang lelaki kepada saudaranya pada hari raya “Taqobbalallohu Minna wa Minka.” (Semoga Allah menerima dari kita dan dari anda) maksudnya adalah puasa dan perbuatan-perbuatan baik pada saat Ramadhan. Juga perkataan “Ghoffarollohu Lana wa Laka” (Semoga Allah mengampuni kita dan kamu). Lalu Imam Malik menjawab,”Aku tidak pernah mengenalnya tapi juga aku tidak mengingkarinya.”

Ibnu Rajab mengatakan bahwa maknanya adalah hal itu tidak dikenal didalam sunnah namun tidak pula mengingkari orang-orang yang mengatakannya, karena itu adalah perkataan baik dan juga doa.” Syeikh Asy Syaibaniy mengatakan bahwa wajib melakukannya yang apabila meninggalkannya akan memunculkan fitnah dan putusnya silaturahim.

Seperti perkataan sebagian manusia pada hari raya,”Id Mubarok” “Ahyakumulloh” atau yang sejenisnya maka tidak diragukan lagi bahwa itu semua dibolehkan bahkan bisa jadi diwajibkan setelah itu karena manusia diperintahkan untuk menampilkan rasa kasih sayang dan kecintaannya antara sebagian mereka dengan sebagian yang lainnya.

Sedangkan didalam madzhab Syafi’i; dinukil dari ar Romliy dari al Qumuliy berkata bahwa aku tidak melihat pada para sahabat kami sebuah perkataan tentang tahniah hari raya, tahun-tahun, bulan-bulan sebagaimana dilakukan manusia.

Akan al Hafizh al Mundziriy menukil dari al Hafizh al Maqdisiy mengatakan bahwa manusia masih berbeda pendapat tentang hal itu dan aku melihat bahwa hal itu dibolehkan, bukan sunnah juga bukan bid’ah.

Kemudian ar Romliy menyebutkan bahwa Ibnu Hajar al Asqolaniy mengatakan,”Hal itu disyariatkan.” Al Hafizh berdalil bahwa Baihaqi membuat sebuah bab tentang ini, yaitu “Bab Riwayat Tentang Perkataan Sebagian Manusia Kepada Sebagian Lainnya Di Hari Raya. Taqobbalallohu Minna wa Minka.” Lalu dia pun menyertakan beberapa atsar dhoif (lemah) akan tetapi secara keseluruhan semua itu menjadi argumentasi dalam permasalahan ini. Kemudian dia mengatakan,”Hal itu menjadi argumentasi tentang keumuman tahniah sebagaimana yang terjadi ketika mendapatkan sebuah kenikmatan atau dihindarkan dari suatu adzab maka disyariatkan untuk sujud syukur dan bertakziyah.

Seperti yang disebutkan didalam ash Shahihahin dari Ka’ab bin Malik pada kisah taubatnya ketika mangkir dari perang tabuk. Tatkala dirinya diberikan kabar gembira bahwa taubatnya telah diterima maka dirinya mendatangi Nabi saw kemudian Thalhah berdiri menghampirinya dan mengucapkan tahniah.”

Disebutkan didalam kitab “Al Mughni” milik Ibnu Qudamah yang bermadzhab Hambali bahwa Imam Ahmad mengatakan,”Tidak masalah bagi seorang lelaki mengucapkan kepada lelaki lainnya pada hari raya “Taqobbalallohu Minna wa Minka.” Harb mengatakan,”Ahmad pernah ditanya tentang perkataan manusia pada dua hari raya,”Taqobbalallohu Minna wa Minkum.” Lalu dia menjawab,”Tidak mengapa dengan hal itu, diriwayatkan oleh para penduduk Syam dari Abu Umamah.” Dikatakan kepadanya,”Watsilah bin al Asqo’?” dia berkata,”Ya.” Dikatakan kepadanya,”apakah tidak dimakruhkan perkataan itu pada hari raya?” dia menjawab,”Betul.”

Tentang ucapan hari raya ini Ibnu Aqil menyebutkan beberapa hadits, diantaranya bahwa Muhammad bin Ziyad berkata,”Aku pernah bersama Abu Umamah al Bahiliiy dan yang lainnya dari kalangan para sahabat Nabi saw bahwa tatkala mereka kembali dari shalat id maka sebagian dari mereka mengatakan kepada sebagian yang lainnya,”Taqobbalallohu Minna wa Minka.” Ahmad mengatakan,”Sanad hadits Abu Umamah jayyid (baik).’



Comments :

0 komentar to “MAKNA UCAPAN IEDUL FITRI”


Posting Komentar